Skip to main content

PEMBENIHAN IKAN JABAL SIAM

PEMBENIHAN IKAN JABAL SIAM
(Pangasius hypopthalmus)
 I.   Pendahuluan
Jabal siam(Pangasius hypopthalmus) merpakan salah satu jenis ikan yang cukup popular  di masyarakat. Ikan ini berasal dari Thailand dan pertama kali didatangkan ke Indonesiapada tahun 1972 oleh balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Sebutan lain jabal siamadalah lele Bangkokatau pangasius  dan di negara asalnya disebut  “Pla sawai”.
Karena sudah cukup lama di Indonesia  dan memiliki berbagai kelebihan dibandingkan ikan lainnya., menyebabkan jabal siam termasuk ikan yang mudah diterima masyarakat dan sudah menyebar  hampir ke seluruh pelosok tanah air. Maka tak heran, di masa yang akan datang ikan ini menjadi salah satu nkomoditas andalan di Indonesia.

I.      BIOLOGI
Phylum                  : Chordata

Sub. Phylum         : Vertebrata
Supae class          : Pisces
Class                     : Ostechtyes
Subclass               : Actinopterygii
Bangsa                  : Ostariophysi
Marga                    : Pangasius
Jenis                      : Pangasius hypopthalmus

v  Badan memanjang, bentuk tubuh pipih, tidak bersisik, kepala kecil, mata kecil, mulut diujung kepala dan lebar, mempunyai dua pasang kumis, sirip punggung kecil dan tinggi, mempunyai adefose fin, warna punggung abu kehitaman dan perut berwarna perak.
v  Jabal siammerupakan ikan sungai yang banyak ditemukan di Asia Tenggara, seprti Thailand, Kamboja, Laos, Burma, dan Vietnam. Hidup disungai yang dalam , agak keruh, dasar berlumpur dan suhu 25 s/d 30 oC.
v  Jabal siam termasuk ikan omnovora, namun pada sat larva bersifat carnivora. Makanan yang disukainnya Brachionus sp., crustacea, Cladocera. Larva yan baru habis  kuningtelurnya mempunyai sifat kanibal yang tinggi.
v  Induk jabal siam sudah dapat dipijahkan setelah berumur 4 tahun dan memijah pada musim hujan.

II.     PEMBENIHAN
A.    Pemeliharaan Induk
v  Induk-induk dipelihara di kolam khusus dengan kepadatan 0,25 s/d 1 kg/m2. Makanan yang diberikan berupa pellet sebanyak 3 % per hari dan diberikan 3 kali per hari.
v  Tanda-tanda induk yang matang gonad :
Betina  :  Perut nampak besar, lembek dan lubang kelmin berwarna kemerahan.
Jantan  : Lubang kelamin berwarna kemerahan dan bila dipijit ke arah lubang kelamin akan keluar cairan berwarna putih (sperma).
B.    Pemijahan
v  Pemijahan hanya baru bisa dilakukan secara buatan, yaitu dengan menyuntikan hormon perangsang yang berasal dari kelenjar hipofisa ikan mas, LHRH-a atau HCG.
v  Induk betina di suntik dua kali selang waktu 12 jam. Apabila menggunkan kelenjer hipofisa penyuntikan pertama sebanyak 1 dosis, penuntikan kedua sebanyak 2 dosis, tetapi bila menggunakan LHH-a dengan dosis 0,5 cc/kg induk. Penyuntikan pertama 1/3 bagian dan penyuntikan kedua 2/3 bagian..
v  Induk jantan disuntik sekali yaitu 1/3 dosis dan dilakukan bersamaan dengan penyuntikan kedua pada induk betina.
v  Setelah 6 s/d 12 jam dari penyuntikan kedua induk betina diperiksa tiap 1 jam apabila sudah terjadi ovulasi maka dilakukan striping yaitu dengan mengurut bagian perut dari arah depan ke arah lubang kelamin dan telurnya ditampung di dalam wadah/baki plasitk. Pada saat yang bersamaan, induk jantan juga distiping dan spermanya dicampurkan dengan telur. Kemudian ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) serta diaduk menggunakan bulu ayam selama 1s/d 2 menit.
C.    Penetasan Telur
Penetasan telur dilakukan didalam akuarium yang dilengkapi dengan aerasidan water heater. Suhunya 27 s/d 29 oC. Biasanya telur akan menetas dalam waktu 18 s/d 24 jam.

D.    Pemeliharaan Larva
Pemeliharan larva masih dilakukan dalam akuarium penetasan, namun sebelumnya ¾ bagian air kotor serta sisa telur yang tidak menetas  harus dibuang dan ganti dengan air bersih agar kualitas  ait tetap baik.  Penggantian harus dilakukan tiap hari sampai larva siap ditebar di kolam . Padat penebaran larva  50 s/d 75 ekor/liter. Larva yang berumur dua hari, diberi pakan berupa naupli artemia sampai berumur 6 hari. Setelah itu larva diberi cacing sutra sampai berumur 14 hari.

E.    Pendederan
v  Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva, yang meliputi : pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
v  Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor kedalam tong, kemudian disebarkan keseluruh pematang  dan dasar kolam .  Dosinya 250 s/d 500 gram/m2.
v  Pemupukan menggunakan kotoran ayam dengan dosis  500 s/d 1.000 gr/m2. Kolam diisi air setinggi 40 cm dan setrelah 3 hari disemprot dengan orgophosphat 4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari.
v  Benih ditebar pada pagi hari dengan kepadatan 100 s/d 200 ekor/m2.
v  Pendederan dilakukan selama 21 hari. Pakan tambahan diberikan setiap hari berupa tepung pellet sebanyak 0,75 gr/1.000 ekor.

II.     PENYAKIT
Penyakit yang sering menyerang Jabal Siam adalah parasit. Pencegahan dapat dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m3setiap 10 hari selama pemeliharaan, sedangkan untuk penyakit Trichodina dapat diberikan formalin dengan dosis 25 ppm.




Comments

Popular posts from this blog

6 jenis ikan Lele di Indonesia

6 Jenis Lele Populer di Indonesia Selamat sore Sahabat luhkan Nusantara apa kabar ???? Semoga kalian semua dalam keadaan sehat baik dan tetap semangat dalam usaha mensehaterakan masyarakat kita umumnya di Indonesia ini. Sahabat Luhkan yg saya cintai …. Pada kesempatan yg baik ini saya ingin berbagi pengetahuan yg tentu saja sangat bermanfaat bagi kita semua, karena walau sedikit yg kita sampaikan sudah jelas bermanfaat. Baiklah sahabat Nusanta yg saya cintai, saya rasa kita sedah biasa dang k asing lagi soal Ikan Lele. Didalam kesempatan ini bukannya saya mengajari namun berbagi saja dan saya sendiri mendapatkannya dari berbagi sumber sehinggga dari beberapa sumber yg saya dapat kurasa tidaklah ada salahnya jika kita mau berbagi. Untuk kesmpatan ini saya akan mengenalkan tentang 6 jenis   ikan lele yg ada di Indonesia, yaitu dibawah ini Siapa yang tidak kenal lele? Ikan berkumis ini merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang diminati di Indonesia. Ada beragam jenis lel...

Alat tangkap perikanan yang dilarang untuk beroperasi di Indonesia

Dalam operasi penangkapan ikan, penggunaan alat tangkap yang tepat selalu diharapkan memberikan hasil produksi yang tinggi. Namun, jika kita fokus terhadap peningkatan produksi hasil penangkapandengan menggunakan alat tangkap yang tidak dapat ramah dengan lingkungan akan berakibat fatal atas kerusakan daerah penangkapan pada saat pengoperasian alat tangkap. Hal tersebut memicu adanya pelarangan beberapa jenis alat tangkap yang memang memiliki tingkat produktivitas tinggi namun penggunaannya merusak habitat perairan Beberapa jenis alat tangkap yang dilarang dioperasikan di wilayah perairan Indonesia telah tertuang pada  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/ Permen- KP/ 2015  yang dibuat atas penimbangan bahwa penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela ( trawls ) dan Pukat Tarik ( seine nets ) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ...

Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan

Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan Penerapan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah penggunaan suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi.  Faktor lain bagaimana dampaknya terhadap keanekaragaman sumberdaya (biodiversity) dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.  Secara teknis,  suatu alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria: mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, menghasilkan ikan berkualitas tinggi, tidak membahayakan operator, produksi tidak membahayakan konsumen, by-catchnya rendah, tidak berdampak buruk terhadap biodiversity, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi, menguntungkan dan dapat diterima secara sosial  (Monintja, 2000).  Proses seleksi ...